Krisis pasca-pemilu Bolivia 2019 | |||
---|---|---|---|
Bagian dari Demonstrasi Amerika Latin 2019 | |||
Tanggal | Pra-pengunduran diri Morales 21 Oktober – 10 November 2019 Pasca-pengunduran diri Morales 11–21 November 2019 | ||
Lokasi | Bolivia | ||
Sebab |
| ||
Tujuan | Anti-Morales
Pro-Morales
| ||
Metode | Unjuk rasa, kerusuhan, perlawanan sipil, mogok massal | ||
Hasil |
| ||
Pihak terlibat | |||
| |||
Tokoh utama | |||
Jumlah korban | |||
Korban jiwa | 32 orang (per 21 November 2019)[2] | ||
Terluka | 715 orang | ||
Tertawan | lebih dari 600 orang |
Krisis politik pasca-Pemilu Bolivia 2019, yang juga dikenal sebagai Unjuk rasa Bolivia 2019 atau Revolusi Bolivia 2019 dan dikenal dalam Bahasa Spanyol sebagai Primavera Boliviana (Musim Semi Bolivia) dan Primero la Democracia adalah serangkaian aksi demonstrasi dan kerusuhan yang terjadi di Bolivia sejak tanggal 21 Oktober 2019 menentang pemerintahan Evo Morales yang berkuasa selama hampir 14 tahun.
Sebagai reaksi atas adanya kecurangan pemilu dalam Pemilihan umum 2019, aksi unjuk rasa dan kerusuhan terjadi di Bolivia. Dugaan kecurangan itu dipicu oleh penghentian secara mendadak penghitungan suara pemilu putaran pertama, di mana petahana Evo Morales sebelumnya memimpin dengan margin dibawah 10%. Margin yang cukup besar (lebih dari 10%) diperlukan untuk menang sebagai presiden terpilih, dan hasil selanjutnya dari hitungan resmi, dimenangkan oleh Morales dengan selisih suara lebih dari 10 persen.[3]
Para pengamat internasional menyatakan keprihatinannya atas dihentikannya perhitungan suara selama satu hari yang diikuti oleh lonjakan suara Morales ketika penghitungan suara dilanjutkan. Morales membantah tuduhan itu dan mengundang pemerintah asing untuk mengaudit proses pemilihan. Morales berjanji untuk mengadakan Pemilu putaran kedua jika ditemukan kecurangan. Pihak oposisi Carlos Mesa, menyerukan agar aksi unjuk rasa berlanjut hingga pemilu putaran kedua diadakan, dan akan mengajukan bukti bahwa kecurangan pemilu terjadi. Ketika banyak demonstrasi berjalan damai, kerusuhan telah meletus, sebagian besar terjadi pada malam hari.
Polisi dan tentara menuntut pengunduran diri Evo Morales pada 10 November, yang ia lakukan tak lama kemudian. Hal ini disebut kudeta militer oleh para pendukung Morales serta beberapa pemimpin negara Amerika Latin.[4][5]